Dikisahkan sekitar abad ke-16 M, tiga orang (Telu Nini) dari kaum Sembiring Meliala Mergana merantau dari ''Sarinembah'' ke wilayah Deli. Adapun hal ini dikarenakan jumlah mereka sudah terlalu banyak, sehingga mereka membutuhkan wilayah baru, baik untuk permukiman maupun lahan pertanian. Hal ini bersamaan dengan gelombang para ''Perlanja Sira'' (pembawa/pemikul/penjual garam) dari dataran tinggi Karo ke wilayah Dusun(Karo Jahe/Deli-Serdang).
Sebelum sampai di Dusun, diceritakan, ke-3 orang ini sempat singgah di ''Barusjahe'' untuk berirterahat serta bersilaturahmi dengan Barus Mergana yang merupakan kalimbubu dari Sembiring Mergana ini, dan dari sana mereka melanjutkan perjalanan hingga sampailah mereka di ''Buluh Gading.''
Merasa sangat cocok dengan wilayah Buluh Gading, dimana kontur tanah, iklim, dan airnya sama persis dengan kuta asal mereka di Sarinembah, mereka memutuskan untuk menetap dan membuka kuta(perkampungan) di sana dan salah seorang dari mereka kembali ke Sarinembah untuk membawa sanak,saudara mereka untuk menetap di Buluh Gading(seperti aturan adat Karo dalam memanteki(.membuka, mendirikan) permukima harus dengan kelengkapan sangkep nggeluh( sistem kekerabatan Karo) yang secara garis besar meliputi Sembuyak -senina, anak beru, dan kalimbubu). Dari sinilah kemudian kaum mereka dikenal dengan sebutan ''Sembiring Meliala Mergana Si Telu Nini'' Buluh Gading.
Di Buluh Gading pertumbuhan mereka juga sangat pesat,, begitu pula dengan kualitas hidup mereka. Hal ini lah yang dikemudian hari mendorong mereka untuk memperluas kuta, atau mencari lokasi baru. Terhitung sekitar tiga generasi dari awal kedatangan mereka ke Buluh Gading, barulah mereka mengembangkan kuta. Maka, sebahagian dari kaum itu membuka kuta di ''Kuala (1. Kuala Uruk, 2. Kuala Sabah, 3. Kuala Cawi, 4. Kuala Paya, dan 5. Kuala Tebing), sebahagian mengembangkan kuta di Terumbu dan Tembengen, serta dibelakang hari juga beberapa kuta disekitar, dimana salah satunya adalah Kampung Tengah. Dan, dari sinilah mereka di panggil ''Meliala Mergana Si Pitu Kuta'' Kuala.
Dan, dari pitu kuta (tujuh perkampungan) itulah mereka berkembang membangun kuta-kuta baru di wilayah Deli dan menjadi sibiak(utama) "Penghulu'' secara turun temurun di setiap kuta yang mereka dirikan. Namun, setelah perkembangan di tujuh kuta ini sangat pesat, terjadi perselisihan antara kelompok lima kuta(Kuala) dengan kelompok Tembengen-Terumbu. Hal ini dikarenakan: selisih paham, perbedaan sifat(kaum Kuala cenderung ber-watak lebih keras), permasalahan tapal batas kuta dan juma (lahan pertanian), dan yang paling krusial ialah permasalahan sibuaten(kawin se-merga). Hal ini memicu pertikaian antar kuta.
Menanggulangi perselisihan ini, maka para tetua kuta memutuskan untuk membawa ''Karo-karo Barus Mergana'' dari ''Barusjahe'' yang merupakan ''Kalimbubu'' dari ''Sembiring Mergana'' untuk mendamaikan(dikemudian hari Karo-karo Barus Mergana inilah yang menjadi Sibayak Sirengit-rengit). Untuk menghindari perselisihan lebih parah, diangkatlah Barus Mergana ini menjadi penghulu menggantikan Sembiring Meliala Mergana di beberapa kuta. Mulai saat itulah penghulu di beberapa kuta yg didirikan Meliala Mergana bukan keturunan Sembiring Meliala dan tidak turun-temurun lagi.
Penulis, sebagai generasi ke-6(terhitung dari Buluh Gading), saya hanya memiliki secuil informasi dari perjalanan ''Sembiring Meliala Mergana Si Telu Nini, Si Pitu Kuta) ini. Jadi, kalau ada diantara sdr/i yang memiliki info lebih banyak dan lebih akurat mari kita saling berbagi. Bujur ras Mejuah-juah.